Bogor(31/5) Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya menyatakan berhenti dari Jabatan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Beliau menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden BJ. Habibie. Ini akibat dari berbagai kerusuhan yang terjadi di Indonesia yang menginginkan Soeharto turun dari jabatannya. Krisis multidimensional tahun 1997/1998 menjadi alasan JAKARTA Hari ini tepat 20 tahun silam, 21 Mei 1998, tercatat sebagai salah satu momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, pada Kamis pagi itu, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Presiden Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun, terhitung sejak dia mendapat "mandat" Surat Perintah 11 Maret 1966. Question3 30 seconds Q. Mundurnya Presiden Soeharto membawa Habibie menggantikan menjadi presiden. Dasar yang digunakan dalam hal ini adalah. answer choices instruksi presiden ketetapan MPR pasal 18 UUD 1945 pasal 8 UUD 1945 Question 4 30 seconds Q. Tekanan terhadap kepemimpinan Soeharto menjelang kejatuhan Orde Baru berasal dari. H M. Soeharto, (Hanacaraka : ꦯꦸꦲꦂꦠ) ( ER, EYD: Suharto; 8 Juni 1921 - 27 Januari 2008) adalah Presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967 sampai 1998, menggantikan Soekarno. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer " The Smiling General " ( bahasa Indonesia: "Sang Pembahasan Mundurnya Presiden Soeharto Membawa Habibie Menggantikan Menjadi Presiden Pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto menyatakan (declare) berhenti secara sepihak tanpa laporan pertanggungjawaban atau persetujuan pihak manapun karena kondisi saat itu sedang darurat dan gedung MPR/DPR dikuasai massa. MundurnyaPresiden Soeharto membawa Habbie menggantikan menjadi presiden. Dasar yang digunakan dalam hal ini adalah . a. keputusan presiden b. instruksi presiden c. ketetapan MPR d. pasal 18 UUD 1945 e. pasal 8 UUD 1945 Jawaban: e 81. Akhirnyapresiden Soeharto menyatakan berhenti dan secara otomatis wakil presiden Habibie menjadi presiden. Pemindahan kekuasaan dari presiden ke wakil presiden tersebut sesuai dengan Pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil 5Hal Ini Jadi Penyebab Runtuhnya Kekuasaan Presiden Soeharto di Tangan Rakyat Pada 1998 by Dany May 22, 2018, 2:00 pm 1.9k Views Semua pasti paham, bahwa Orde Baru yang diusung Presiden Soeharto sempat membawa kejayaan bagi bangsa Indonesia. MundurnyaPresiden Soeharto membawa Habbie menggantikan menjadi presiden. Dasar yang digunakan dalam hal ini adalah . A. Keputusan presiden B. Instruksi presiden C. Ketetapan MPR D. Pasal 8 UUD 1945 Jawaban: D. Pasal 8 UUD 1945 7. Di bawah ini merupakan dampak negatif di bidang sosial pada masa akhir pemerintahan Orde Baru, kecuali . Pada21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri. Publik Indonesia "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran dirinya. Banyak orang bersorak saat televisi mengumumkan langsung orang nomor satu di Indonesia saat itu menyatakan mundur dari kursi kekuasaannya yang telah diduduki selama Kisahmundurnya Presiden kedua Indonesia, Soeharto di tahun 1998 ternyata terekam jelas oleh adik dari orang nomor satu di Indonesia itu. Senin, 18 Juli 2022 Cari Mundurnyapresiden soeharto membawa habibie menggantikan menjadi presiden. 2 Lihat jawaban Iklan Iklan 2018255 2018255 Karena pada saat itu Presiden Soeharto didesak oleh rakyat untuk segera mengundurkan diri menjadi presiden, karena rakyat banyak yang menderita saat beliau memimpin, yaitu jaman orde baru Iklan Iklan ulfayana2186 ulfayana2186 Page2. Bacharuddin Jusuf Habibie (kelahiran di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Dia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Pemindahankekuasaan dari presiden ke wakil presiden tersebut sesuai dengan Pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis masa waktunya". Jadi jawaban yang benar adalah opsi D yaitu pasal 8 UUD 1945. Beri Rating xcvP35. - Mei 1998 adalah bulan terburuk bagi Soeharto. Setelah puluhan tahun jadi orang nomor satu di Indonesia, di tahun itu Soeharto harus menerima kenyataan bahwa banyak orang sudah tak menginginkannya untuk terus jadi Presiden Republik Indonesia. Di masa-masa kritis ini Soeharto mulai merasa dikhianati orang-orang terdekatnya. Pertama oleh Ketua MPR Harmoko—yang sebelumnya mengatakan bahwa rakyat masih menginginkan Soeharto terus jadi presiden, tapi kemudian malah meminta Soeharto mundur. Kedua oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Habibie—dikenal sebagai insinyur penerbangan yang bisa bikin pesawat—bukan orang baru bagi Soeharto. Sejak Habibie remaja dan Soeharto berpangkat letnan kolonel, mereka sudah saling kenal. Ketika Soeharto jadi presiden, Habibie kembali ke Indonesia dan jadi teknokrat penting yang diberi jabatan Menteri Riset dan Teknologi, lalu wakil presiden. Ditinggalkan Para Loyalis Pada hari-hari jelang Soeharto mundur, belasan menterinya sudah terlebih dulu mengundurkan diri. Meski demikian, Habibie sebagai wakil presiden tetap mendampinginya di masa yang tidak menyenangkan itu. Soeharto akhirnya terpikir untuk mundur dan Habibie menggantikannya. Tanggal 20 Mei 1998, sehari sebelum Soeharto mundur, ia bertemu dengan Habibie di istana. Sempat ada pembicaraan di antara mereka. Waktu itu sudah ada isu Soeharto akan mundur sebagai Presiden RI. “Pak Harto, kedudukan saya sebagai Wakil Presiden bagaimana?” tanya Habibie, seperti diingat dan ditulisnya dalam Detik-Detik Yang Menentukan 2006 37. Soeharto pun memberi jawaban yang bagi Habibie di luar dugaan. “Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai Presiden.” “Apakah Pak Harto sudah menerima surat pernyataan dari Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita dan empat belas Menteri di bawah koordonasi Menko Ekuin?” tanya Habibie untuk menghentikan tema pembicaraan sebelumnya yang baginya tidak menyenangkan. Soeharto mengaku sudah mendengar, tapi belum membicarakannya. Soeharto lalu mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Habibie. Tak lupa Soeharto memberi pesan agar menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan menyelesaikan masalah Ginandjar dan kawan-kawan dengan baik. Habibie menimpali, “akan saya usahakan.” Menurut Probosutedjo dalam Memoar Romantika Probosutedjo Saya dan Mas Harto 2013 594, Habibie semula ditanya apakah dirinya siap menggantikan Soeharto menjadi presiden. Habibie awalnya merasa ragu. Setelah berita para menteri mundur, Habibie akhirnya mengaku sanggup. Sikap Habibie yang berubah-ubah ini membuat Soeharto kecewa. “Mas Harto tidak habis pikir, bagaimana mungkin keputusan yang sangat penting seperti 'sanggup tidaknya' menjadi presiden bisa berubah drastis hanya dalam hitungan hari. Tidak sampai 24 jam,” kata Probosutedjo. Habibie, masih kata Probosutedjo, sempat menelepon Soeharto, tapi tak diangkat. Meski begitu Soeharto sudah mantap untuk mundur esok paginya dan membiarkan Habibie yang tiba-tiba bilang “sanggup” menggantikannya sebagai dan Tak Memberi Selamat Di hari pengunduran diri Soeharto, Habibie mengaku agak dijauhi atasannya itu. Padahal mereka berada di ruangan yang sama, Ruang Jepara, di dalam Istana Negara. “Saya merasakan diperlakukan tidak wajar,” kenang Habibie. Ketika akan menghampiri Soeharto, acara sudah akan dimulai. Terpaksa Habibie hanya bisa berdiri di sisi Soeharto. Pernyataan paling bersejarah sepanjang Orde Baru pun dibacakan Soeharto pengunduran dirinya sebagai Presiden RI. “Ketika menyampaikan pernyataan pengunduran dirinya, wajah Soeharto tampak dingin,” tulis Tjipta Lesmana dalam Dari Soekarno Sampai SBY 2009 123. Soeharto tampak merasa dirinya dipermalukan di hadapan seluruh bangsa Indonesia dan dunia internasional. Peristiwa bersejarah ini disiarkan berulang-ulang di televisi. Tapi dirinya tetap berusaha tegar di hari menyakitkan itu. Selesai Soeharto menyatakan diri berhenti jadi Presiden RI, protokol istana menyerahkan map kepada Habibie dan diminta membacakan sumpah dan kewajibannya sebagai Presiden RI. “Semuanya berlangsung cepat dan lancar. Pak Harto memberi salam kepada semua yang hadir termasuk saya. Tanpa senyum maupun sepatah kata, ia [lalu] meninggalkan ruang upacara,” tutur Habibie dalam memoarnya hlm. 67. Pada hari itu, tak ada ucapan selamat dari Soeharto untuk Habibie.“Taktala menyalami tangan Habibie usai Habibie mengucapkan sumpahnya di depan Ketua Mahkamah Agung, ia Soeharto berusaha tersenyum, senyumnya kelihatan tidak ikhlas karena ekspresi wajahnya sama sekali tidak mendukung senyumnya," tulis Tjipta Lesmana. Soeharto boleh saja tidak suka bahwa dirinya harus mundur dan tidak rela Habibie menggantikannya, namun lanjut Tjipta Lesmana, “secara konstitusional, Soeharto memang harus menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden Habibie setelah ia mengundurkan diri.” Infografik Mozaik Soeharto, Habibie, & 1998Soeharto yang sudah berpengalaman menjadi orang paling berkuasa di Indonesia tampak ragu kepada Habibie sebagai presiden, apalagi dalam kondisi morat-marit yang diwariskan oleh rezimnya. Habibie pun merasa dirinya diragukan oleh penguasa Orde Baru itu lalu meninggalkan istana dengan didampingi putri sulungnya, Siti Hardiyanti Rukmana. Ia tidak naik mobil sedan yang biasa digunakannya, namun menaiki mobil jip bermerek Mercedes-Benz. Dengan mobil itu, Soeharto pulang ke rumahnya di Jalan pun kembali jadi orang biasa dan menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang tetap kaya di tengah tuntutan-tuntutan hukum atas dirinya. Belakangan, Habibie dianggap pengkhianat oleh Soeharto. Seperti Harmoko, Habibie juga dijauhi Soeharto. Silaturahmi di antara mereka berdua seolah-olah putus. Jika Harmoko tidak menyuruh Soeharto berhenti sebagai presiden dan Habibie menolak jabatan Presiden RI menggantikan Soeharto, barangkali ketiganya akan terus akur. Tentu saja Habibie punya pertimbangan sendiri untuk mau menerima dan meneruskan tugas Soeharto sebagai orang nomor satu di Indonesia.==========Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 1 Juli 2019 dengan judul "Soeharto Tak Rela Habibie Jadi Presiden & Tidak Mengucapkan Selamat". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik. - Politik Penulis Petrik MatanasiEditor Ivan Aulia Ahsan Jakarta - Tanggal 21 Mei 1998 ditandai sebagai awal dimulainya era reformasi setelah perjalanan panjang rakyat Indonesia menuntut perubahan. Soeharto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden setelah didesak rakyat Indonesia untuk menyudahi pemerintahannya yang dinilai otoriter dan tidak mampu mengatasi krisis moneter yang terjadi saat moneter inilah satu dari beberapa faktor yang melatarbelakangi runtuhnya kekuasaan Soeharto di era Orde Baru yang telah bertahan selama 32 tahun. Ekonomi jatuh dan kepercayaan rakyat Indonesia terhadap pemerintah hilang, demonstrasi besar-besaran terjadi di mana-mana dan kerusuhan akibat kecemburuan sosial pun tak dapat rusuh yang identik dengan penjarahan dan perusakan toko dan rumah, serta beberapa kasus pelecehan seksual terhadap perempuan, peristiwa tersebut dikenang sebagai Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dan mendapat banyak kecaman dari berbagai ini kronologi berdirinya era Reformasi menggantikan era Orde Baru, dilansir dari berbagai 1 Mei 1998, Presiden Soeharto mengatakan reformasi baru dapat dilaksanakan pada 2003, pernyataan tersebut disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Dachlan. Sehari kemudian, 2 Mei 1998, pernyataan yang mendapat respons keras dari sejumlah kalangan, termasuk mahasiswa saat itu, diralat oleh Presiden Soeharto, pihaknya kemudian menyatakan reformasi dapat dilakukan sejak saat itu, yakni hari yang sama, Presiden Soeharto memangkas subsidi energi mengikuti saran dari International Monetery Fund atay IMF. Karuan saja keputusan tersebut menyulut aksi penolakan dari mahasiswa di beberapa wilayah di Indonesia. Sebab, akibat kebijakan tersebut harga Bahan Bakar Minyak atau BBM naik dari Rp700 menjadi per 3 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang pimpinan DPR, partai politik, dan partai Golongan Karya atau Golkar. Meskipun pertemuan tersebut tidak lazim, Presiden Soeharto berdalih acara tersebut merupakan pertemuan silaturahmi dan konsultasi setelah sidang umum MPR. Pertemuan dilakukan di kantor Presiden Soeharto di Bina Graha, Kompleks Istana Merdeka selama 90 pertemuan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan. Hartono mengatakan, dalam pertemuan tersebut Soeharto menyampaikan keinginannya supaya DPR menggunakan hak inisiatif, untuk itu Soeharto meminta DPR untuk menyiapkan perangkat sesuai dengan aspirasi masyarakat untuk mereformasi sejumlah rambu-rambu harga BBM di tengah ekonomi masyarakat sedang terpuruk memicu demonstrasi besar-besaran di sejumlah kota di Indonesia, pada 4 Mei 1998 Mahasiswa di Medan, Bandung serta Yogyakarta melakukan aksi demonstrasi yang berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran bentrok dengan aparat keamanan. Demonstrasi besar-besaran masih berlanjut hingga 5 Mei 1998 di Medan, demonstrasi ini juga berujung 9 Mei 1998, Soeharto menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G-15 di Kairo, Mesir, sekaligus kali terakhir lawatan Soeharto ke luar negeri sebagai presiden. Kemudian pada 12 Mei 1998, bertepatan dengan hari Selasa pukul WIB, ribuan mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi damai untuk menyampaikan aspirasi ke DPR/MPR. Namun aksi pawai tersebut dihadang oleh aparat tersebut berujung pada penembakan aparat keamanan terhadap demonstran yang mengakibatkan empat orang mahasiswa Trisakti tewas. Mereka adalah Hafidin Royan, Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, dan Hendryawan, keempat mahasiswa ini dikenang sebagai pahlawan reformasi dan peristiwa tersebut dinamai Tragedi setelah peristiwa berdarah tersebut, sejumlah mahasiswa dari berbagai Universitas di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang mendatangi Kampus Universitas Trisakti untuk menyampaikan duka cita. Namun, secara tiba-tiba menjelang tengah hari sekelompok masa datang dari Jalan Daan Mogot menuju Kampus Universitas Trisakti dan bentrok dengan aparat keamanan. Peristiwa tersebut terjadi di bawah jembatan layang Grogol, Jakarta Barat. Hari itu disebut juga dengan Hari Rabu Kelabu 13 Mei 1998, yang menyebabkan Jakarta jadi kota Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 semakin menjadi pada 14 Mei 1998, penjarahan dan perusakan toko dan rumah etnis Tionghoa terjadi di sejumlah kota di Indonesia. Bahkan penjarahan juga terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta dan sekitarnya, di antaranya Supermarket Hero, Superindo, Makro, Goro dan Ramayana serta Borobudur. Selain dijarah dan dirusak, beberapa toko tersebut dibakar oleh massa yang 288 orang tewas dan 101 mengalami luka-luka akibat peristiwa itu, data tersebut dicatat oleh Palang Merah Indonesia. Kerugian DKI Jakarta akibat kerusuhan tersebut diperkirakan mencapai triliun dengan perincian sebanyak bangunan rusak, 21 di antaranya merupakan bangunan milik pemerintah. Informasi tersebut disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sutiyoso. Di hari yang sama, Soeharto yang tengah berada di Mesir, mengatakan di depan masyarakat Indonesia di Kairo, dirinya bersedia mengundurkan diri apabila rakyat Indonesia memang benar-benar menginginkan hal 15 Mei 1998, Soeharto balik ke Indonesia, setibanya di Jakarta ia memanggil Wakil Presiden Habibie, Wiranto, Kepala Staf Angkatan, Pangdam Jaya Sjafrie Sjamsoeddin untuk mengevaluasi situasi. Selama di Kairo, Soeharto mendapatkan informasi terkait perkembangan situasi kerusuhan dari putri sulungnya, Siti Hardiyanti Rukmana. Dalam pertemuan bersama Wakil Presiden dan sejumlah pejabat tersebut, Soeharto membantah bahwa dirinya telah mengatakan bersedia mengundurkan Jakarta semakin mencekam, 16 Mei 1998, warga asing secara massal kembali ke negara mereka dan berusaha secepat mungkin meninggalkan Jakarta, menyebabkan Bandara penuh sesak. Soeharto kembali memanggil Wiranto bersama KSAD Jenderal Subagyo dan Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursyid. Soeharto menginstruksikan kepada mereka untuk membentuk Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa dan delegasi mendatangi gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi agar Soeharto mundur dari jabatan presiden, mereka menyebut diri sebagai delegasi Gerakan Reformasi Nasional. Di depan massa, Ketua DPR/MPR Harmoko didampingi sejumlah wakilnya mengadakan siaran pers. Dalam siaran pers tersebut, Harmoko menyampaikan bahwa dirinya dan juga jajaran DPR lainnya juga menghendaki serta menyarankan agar Presiden Soeharto mengundurkan kabar tersebut, 19 Mei 1998, Soeharto kemudian memanggil sejumlah tokoh Islam yang terdiri dari sembilan orang. Di antaranya yaitu Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan tersebut berlangsung selama dua jam lebih, para tokoh agama ini menyampaikan bahwa rakyat Indonesia tetap menginginkan Soeharto mundur dari jabatan presiden. Namun Soeharto tetap kukuh bahwa dirinya tetap bisa mengatasi keadaan saat itu, ia menolak mundur dan mengusulkan pembentukan Komite sebelum mundurnya Soeharto, 20 Mei 1998, malam hari Soeharto menerima surat hasil keputusan dari 14 Menteri Koordinator Kabinet Pembangunan VII yang menyatakan sikap tidak bersedia menjabat sebagai menteri dalam kabinet mendatang yakni Kabinet Reformasi maupun reshuffle Kabinet Reformasi. Soeharto merasa terpukul dan ditinggalkan oleh orang-orang kepercayaannya. Malam itu, setelah berdiskusi dengan sejumlah pejabat, di antaranya Wiranto, akhirnya Soeharto bersedia melengserkan jabatannya kepada Wakil Presiden Habibie dan akan diumumkan keesokan 21 Mei 1998, di Istana Merdeka, tepat pukul Soeharto mengumumkan mundur dari jabatan presiden dan digantikan Habibie sebagai presiden ketiga RI. Dengan begitu, dimulainya era KHOIRUL MUHID Baca 23 Tahun Reformasi detik-detik Menentukan Presiden Soeharto Lengser JAKARTA, - Dua puluh tiga tahun lalu, 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden BJ Habibie berdasarkan aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan pengunduran diri Soeharto itu sebetulnya tak terlalu mengejutkan. Sebab, sehari sebelumnya, rencana itu sudah ramai dibicarakan. Meski beberapa hari sebelumnya Soeharto masih yakin dapat mengatasi keadaan. Lantas, apa yang mendorong Soeharto akhirnya memutuskan mundur? Baca juga 21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi... 18 mei 1998 Berdasarkan arsip pemberitaan Kompas 27 Mei 1998, mundurnya Soeharto diawali dari keterangan pers Ketua DPR/MPR Harmoko pada 18 Mei 1998. Saat ribuan mahasiswa menguasai gedung DPR/MPR, Harmoko dengan tegas menyatakan bahwa pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Soeharto mundur secara arif dan bijaksana. Saat itu Harmoko didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad. Namun, Panglima ABRI saat itu, Wiranto, menganggap pernyataan Harmoko itu merupakan sikap dan pendapat individual, bukan lembaga. Baca juga Kisah Soeharto Ditolak 14 Menteri dan Isu Mundurnya Wapres Habibie... Sementara itu, Soeharto menerima empat menteri koordinator menko di Cendana yang melaporkan perkembangan politik terkini. Para menko berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu malu. Namun, belum sempat wacana itu muncul, Soeharto mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya." Para menko itu heran karena Soeharto sudah tahu, hingga tidak ada yang berani membicarakan wacana itu. 19 Mei 1998 Pagi hari berikutnya, Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat. Tokoh yang hadir antara lain Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi Muslimin Indonesia, dan Sumarsono Muhammadiyah. Usai pertemuan itu, Soeharto menyatakan akan melakukan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi. Menurut Nurcholish, ide itu murni datang dari Soeharto. Tidak ada tokoh yang menyampaikannya kepada Bapak Pembangunan tersebut. Nurcholis dan Gus Dur menolak terlibat dalam Komite juga Mengenang Puncak Kegalauan Soeharto Sebelum Memutuskan Mundur... Dalam pertemuan ini, sesungguhnya tanda-tanda Soeharto akan mundur sudah tampak. Namun, ada dua orang yang tidak setuju bila Soeharto, karena dianggap tidak akan menyelesaikan masalah. Sore harinya, Menko Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ekuin Ginandjar Kartasasmita menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Pada intinya mereka menganggap tindakan itu hanya mengulur-ulur waktu. 20 Mei 1998 Kegalauan Soeharto semakin bertambah-tambah pada 20 Mei 1998. Saat itu, 14 menteri bidang Ekuin sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Malam harinya, surat itu disampaikan melalui Kolonel Sumardjono. Soeharto langsung masuk ke kamar dan membaca surat itu. Soeharto saat itu benar-benar terpukul. Ia merasa ditinggalkan. Baca juga Ruang Tamu Cendana Malam Itu, Sehari Jelang Mundurnya Soeharto... Adapun 14 menteri yang menandatangani, sebut saja Deklarasi Bappenas, secara berurutan adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Justika S Baharsjah. Kemudian, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi MBA, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng. Soeharto kemudian memanggil Wapres BJ Habibie untuk memberitahukan soal kemungkinan mundur. Habibie diminta siap jika kekuasaan kepresidenan diserahkan kepadanya. Probosutedjo, adik Soeharto, yang berada di kediaman Jalan Cendana, malam itu, mengungkapkan, Soeharto terlihat gugup dan bimbang. "Pak Harto gugup dan bimbang, apakah Habibie siap dan bisa menerima penyerahan itu. Suasana bimbang ini baru sirna setelah Habibie menyatakan diri siap menerima jabatan Presiden," ujarnya. Baca juga Pertemuan Soeharto dan Para Tokoh Masyarakat Jelang Lengser Pukul WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie. Kemudian, sekitar pukul WIB Yusril bertemu Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan rencana Soeharto untuk mundur pada 21 Mei 1998, sekitar pukul WIB. Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned" orang tua itu kemungkinan besar mundur. Pada 21 Mei 1998 dini hari, pukul WIB, Amien Rais bersama sejumlah tokoh reformasi menggelar jumpa pers. Dalam jumpa pers itu, Amien mengatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama, dan selamat datang pemerintahan baru." 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Kekecewaan Soeharto tergambar jelas dalam pidato. Melalui pidato singkat, ia mengatakan, "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998." Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Kronologi Tragedi Mei 1998 Kamis, 21 Mei 1998 patut dicatat dalam sejarah Bangsa Indonesia karena pada hari itu Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto, yang telah memimpin selama 32 tahun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden. Soeharto yang baru dua bulan dipilih kembali untuk ketujuh kalinya di tengah badai krisis moneter mendapat tekanan ekonomi maupun politik serta gelombang unjuk rasa yang menuntut reformasi dari mahasiswa dan berbagai kalangan. Berbagai tekanan tersebut pada akhirnya memaksa penguasa Orde Baru tersebut meletakkan jabatan. Dan sesuai konstitusi Wakil Presiden BJ Habibie melanjutkan estafet kepemimpinannya. Senin, 17 Mei 2021 230938 WIBSabtu, 13 Mei 2023 114404 WIB Harian Kompas 22/5/1998 memberitakan Pengunduran diri Presiden Soeharto dan mengambil sumpah Wakil Presiden BJ Habibie menjadi Presiden. Berikut peristiwa [...] Artikel Terkait Kronologi Lainnya

mundurnya presiden soeharto membawa habibie menggantikan menjadi presiden